Menambang Ide: Menemukan Berlian Dalam Pikiran

 

Ada yang mau belajar bareng saya? GRATIS di Channel Telegram! :)

Menambang Ide: Menemukan Berlian Dalam Pikiran

sangpena.com – Ribuan sarjana yang mendaftar menjadi pengemudi GO-JEK demi penghasilan 6 juta per bulan menggambarkan dengan jelas betapa lulusan-lulusan perguruan tinggi kita miskin ide!

Bagi saya, para sarjana ini, jika berita itu benar, tak punya gagasan lain untuk bersaing di tengah ganasnya ibukota. Penghasilan yang dijanjikan GO-JEK boleh jadi memang menggiurkan. Namun, andai saja mereka punya gagasan yang lebih baik, yang bisa mereka ‘jual’, angka 6 juta mungkin tak berarti apa-apa.

Nadiem Makarim, CEO dan pendiri GO-JEK, adalah sarjana lainnya. Yang membedakan Nadiem dengan para sarjana yang melamar ke perusahaannya adalah ide. Nadiem punya ide yang ia eksekusi dengan baik sehingga ide itu bisa ‘bekerja’ untuk dirinya, para sarjana yang mengantre di depan pintu perusahaannya adalah mereka yang gagal menemukan gagasan dalam pikirannya—sesuatu yang memaksa mereka untuk ‘bekerja’ demi hidup kesehariannya.

Tentu saja tulisan ini tidak sedang berusaha mendeskreditkan jenis pekerjaan tertentu. Saya percaya semua pekerjaan itu baik, selama tak merugikan atau mencelakakan orang lain. Apalagi bagi mereka yang Muslim, semua pekerjaan yang mendatangkan rejeki yang halal selalu layak untuk ditempuh. Namun, tulisan ini ingin mengatakan hal lainnya: Andai kita punya ide, bisa mengeksekusi dan ‘menjualnya’, hidup tak akan lagi tentang bertahan atau memenuhi kebutuhan keseharian. Jika kita bisa menambang ide dalam diri, kita bisa menjadi manusia yang lebih baik. Bukan hanya lebih sejahtera, tetapi juga lebih bermanfaat untuk sebanyak mungkin orang lain di sekeliling kita.

 

Tutorial Memasukkan Keyword di File EPS Shuttersotck Baca di sini!

Menjadi kaya dari ide?

Menjadi kaya mungkin bukan impian semua orang. Dulu saya juga sering bertanya, mengapa harus kaya jika kita bisa hidup sederhana dan mencukupi kebutuhan sendiri? Lama kelamaan saya sadar bahwa pertanyaan itu salah. Kaya dan sederhana adalah dua konsep yang tak semestinya dipertentangkan. ‘Kaya’ adalah konsep kepemilikan, sementara ‘sederhana’ adalah tentang bagaimana sikap kita tentang apa yang kita miliki dalam hidup ini. Artinya, jika kita kaya (dalam pengertian material dan finansial), kita tetap bisa hidup sederhana, kok.

Lantas, untuk apa kekayaan itu? Pertanyaan kedua ini menghantui saya cukup lama juga. Hingga suatu hari saya menemukan jawabannya. Jika kita tak mau ‘kaya’, tak mau punya rejeki dan materi yang melimpah, yang penting cukup untuk diri sendiri dan keluarga, tidak apa-apa sebenarnya. Namun, betapa egoisnya kita. Apakah kita tidak ingin membantu orang lain? Tidak ingin membukakan peluang pekerjaan dan pintu rejeki bagi orang lain? Apakah hidup ini hanya tentang diri kita—dan keluarga kita sendiri?

Sampai di sini, masih banyak yang bisa kita perdebatkan. Namun saya ingin meyakinkan bahwa tidak ada yang salah dengan menjadi kaya, apalagi jika kita bisa memberi lebih dari apa yang sudah kita miliki.

Sejak saat itu, saya berusaha mencari tahu apa yang membedakan orang sukses yang kaya secara materi dengan mereka yang biasa-biasa saja? Ternyata jawabannya adalah ide. Orang-orang itu menambang ide dalam dirinya.

Jika kita urut 10 daftar orang terkaya di dunia, mereka adalah orang-orang yang memiliki ide. Bill Gates, kini orang terkaya nomor dua di dunia, suatu hari punya ide bagaimana jika semua orang memiliki sebuah komputer personal (PC) di rumahnya? Dari sanalah ia mulai mengembangkan Microsoft. Carlos Slim Helu, pengusaha dan filantropis terkaya nomor satu di dunia versi majalah Forbes, sejak kecil punya ide agar orang-orang bisa terhubung dengan fasilitas telekomunikasi yang murah. Selama bertahun-tahun ia mengasah ide itu dan suatu hari mengeksekusinya menjadi Telefonos de Mexico, salah satu perusahaan telekomunikasi terbesar di dunia. Kembali ke soal GO-JEK, konon sebelum mendirikan perusahaannya, Nadiem Makarim terdorong oleh ide untuk membuat mobilitas masyarakat ibukota lebih cepat dan murah—tetapi di saat bersamaan mampu menyejahterakan para ‘tukang ojek’.

Beberpa contoh di atas bisa menjelaskan betapa ide bisa membuat seseorang berbebeda dari orang kebanyakan. Dan dalam kompetisi menjadi ‘sukses’, ide-lah yang membuat seseorang ‘stand out’ meski tak selamanya menang. Contoh lainnya adalah mereka yang bekerja di industri kreatif. Para film-maker, penulis, musisi, seniman, adalah mereka yang percaya pada ide yang mereka miliki—mereka berkarya dan membiarkan ide itu ‘bekerja’ untuk mereka. Pertanyaan berikutnya, jika ide berkorelasi dengan kesuksesan, mengapa masih banyak orang yang punya ide tetapi tak berhasil mengkonversi ide itu menjadi kekayaan?

Menambang Ide

Di sinilah masalahnya, punya ide saja tidak cukup. Mungkin begini teorinya: Sedikit sekali orang yang punya ide, tetapi lebih sedikit orang yang bisa mengeksekusi idenya dengan baik. Sialnya, setelah ide diekseskusi dengan baik, tak semua dari mereka bisa ‘menjual’ ide itu! Di sini, perlu kecakapan dan pengalaman tersendiri untuk menjual ide—dalam pengertian memberinya nilai tambah.

Saya percaya ide itu harus ditambang. Seperti emas atau berlian. Sebelum menambang ide dalam diri kita, pertama-tama kita harus mempelajari dengan baik siapa diri kita, apa yang kita miliki, apa yang bisa kita lakukan, dan seterusnya. Semua aktivitas menambang selalu membutuhkan riset yang baik, kan? Riset itu bertujuan agar ide tidak berujung sia-sia. Kita harus mengetahui secara utuh dan menyeluruh mengenai ide yang kita miliki. Pelajari dari hulu sampai ke hilirnya.

Setelah mengetahui dan memahaminya, saatnya eksekusi. Ide yang baik adalah ide yang dieksekusi dengan baik! Artinya, sebaik apapun gagasan yang kita miliki, selama kita tak mengeksekusinya, tak akan jadi apa-apa!

Namu, bagaimanapun, eksekusi saja tidak cukup. Problem berikutnya adalah bagaimana memberinya nilai tambah? Bayangkan saja emas dan berlian. Meskipun kita sudah mendapatkan emas dan berlian dari aktivitas tambang kita, tetapi emas mentah atau berlian yang belum diolah—meski berharga—tak akan menghasilkan keuntungan yang banyak jika dibandingkan kita mengolahnya: Memberinya nilai tambah. Emas bisa diubah menjadi perhiasan, berlian bisa diolah menjadi batu mulia termahal di dunia.

Setelah semuanya, kita masih harus menjualnya, kan? Banyak yang lupa bahwa ‘kreator’ atau ‘penambang ide’ juga sebenarnya harus menjadi pemasar (marketing yang baik) untuk karya-karyanya. Percuma saja kita memiliki emas atau berlian yang banyak, yang mungkin sudah diolah menjadi perhiasan-perhiasan terbaik, tetapi tak ada seorangpun yang mengetahuinya! Pasarkanlah gagasan-gagasan itu, buat semua orang mengetahuinya, buat mereka tahu kualitasnya. Dengan begitu, kita bisa mendulang lebih banyak dari yang kita tambang.

Di atas semua itu, yang paling utama adalah proses. Menambang ide selalu membutuhkan proses dan boleh jadi proses itu terus berulang. Jika tidak berhasil dengan aktivitas tambang pertama, teruslah menggali ke kedalaman diri, temukanlah emas dan berlian yang lain, lalu berproses lagi dan lagi.

Tutup

Tentang ide, saya selalu ingat nasihat Jack Ma, orang terkaya nomor satu di China, katanya kita harus selalu menemukan hal yang unik yang tak dimiliki orang lain. Jika ingin sukses, jangan sekadar meniru orang lain. “You should learn from your competitors, but never copy. Copy and you die!” Katanya.

Akhirnya, tulisan ini hanya sekadar ikhtiar saya dalam berbagai perspektif. Tidak sedikitpun berniat menggurui. Anda boleh setuju, boleh juga tidak. Para idealis mungkin berpikir, mengapa ide disederhanakan hanya untuk menjualnya dan mendatangkan kekayaan? Bukankah ide yang baik adalah yang berhasil mengubah jalannya sejarah? Boleh juga berpikir seperti itu, saya setuju. Lain kali, saya akan menulis tentang itu.

Sekarang, ini saja dulu: Ide adalah emas dan berlian dalam pikiran. Jadilah apa saja yang membahagiakan Anda. Hiduplah dengan ide. Jadilah kaya dari ide. Merdekalah dengan ide.

Selamat menambang!

 

Mau Font Gratis Free For Commercial Use? Klik Di Sini

Blogger yang tersesat dalam dunia design grafis plus main biola sejak 2014. Saat ini bersama istri dan putra pertama tinggal di Kota Bandung. Terima kasih sudah berkunjung. Jangan lupa tinggalkan jejak di kolom komentar, gratis! :D

Related Posts

This Post Has One Comment

  1. Saya setuju sekali dengan pendapatnya, Mas ini ternyata multi talent ya…macam-macam bisa dikerjakan termasuk menulis 🙂 saya sampai saat ini merasa menulis adalah hal yang paling sulit dibanding melakukan hal lainnya…krn menulis adalah urusan merangkai kata-kata 😀 makanya blog saya kosong mlempeng, kalaupun ada isi tulisannya, isinya pasti agak kacau hehe…

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *